Social Icons

Jumat, 25 April 2014

erkembangan Emosi Anak Usia Dini ( “Karakteristik” )

Masa anak usia dini disebut juga sebagai masa awal kanak-kanak yang memiliki berbagai karakter atau ciri-ciri. Ciri-ciri ini tercermin dalam sebutan yang diberikan oleh para orang tua, pendidik dan ahli psikologi untuk anak usia dini (Hurlock, 1993). Masa awal kanak-kanak merupakan usia yanf sulit, karena anak-anak berada dalam proses pengembanagn kepribadian. Proses ini berlangsung dengan disertai perilaku-perilaku yang kurang menarik untuk orang tua, misalnya melawan orang tua, marah tanpa alasan, takut yang tidak rasional, dan sering juga cemburu.
Selaian dikatakan sebagai usia yang sulit, anak usia dini oleh orang tua juga dianggap sebagai usia bermain, karena pada masa-masa ini anak menghabiskan banyak waktu untuk bermaian dan puncaknya ada pada tahun-tahun tersebut. Awal kanak-kanak disebut sebagai usia prasekolah. Sebutan ini diberikan dengan maksud untuk membedakan antara anak-anak yang berada dalam pendidikan formal dan yang belum. Oleh karena itu, tekanan yang diberikan untuk anak prasekolah juga berbeda dari anak-anak yang sudah sekolah, yaitu bahwa usia prasekolah merupakan. Anak usia dini disebut sebagai usia berkelompok yang dimengerti sebagai usia di mana anak-anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial untuk mempersiapkan diri mereka dalam kehidupan sosial yang lebih tinggi, misalnya pada waktu mereka berada di sekolah formal. Usia dini juga disebut sebagai usia menjelajah atau usia bertanya. Sebutan ini dikarenakan pada mereka dalam tahap ingin tahu keadaan lingkungannya, bagaimana mekanismenya, bagaimana perasaannya serta bagaimana supaya anak dapat menjadi bagian dari lingkungannya. Anak usia dini disebut sebagai usia meniru dimana usia ini anak-anak meniru pembicaraan dan tingkah laku orang lain. Namun pada usia meniru anak-anak juga sering kedapatan menunjukkan krativitas dalam bermain. Oleh karena itu masa ini juga disebut sebagai usia kreatif.
Dari sudut pandang Neurologi ciri-ciri anak usia dini dapat dilihat pada pertumbuhan otaknya. Ketika bayi lahir, berat otak bayi sekitar 350gr. Setelah berusia tiga bulan, berat otak meningkat menjadi sekitar 500gr. Pada usia sembilan bulan, berat otak mencapai 750gr. Di usia 1,5 tahun, berat otak sudah mencapai sekitar 1 kg. Pada otak terdapat sel saraf yang menjadi pusat perilaku manusia. Pertumbuhan otak pada anak bukan berarti penambahan sel sara ini, namun pada setiap sel saraf memiliki juluran-juluran dan juluran inilah yang semakin panjang sehingga mengakibatkan berat dipengaruhi oleh rangsangan yang diterima oleh anak.
Morrison (1988), Konstelnik, Soderman dan Whiren (1999) menyebut anak usia dini sebagai usia pada saat anak baru lahir hingga usia delapan tahun berdasrkan beberapa definisi menurut National Association or Education o Young Children (NAEYC). Paplia, Old dan Feldman (2002) menyebut masa kanak-kanak awal sebagai usia yang berkisar antara 3-6 tahun. Hurlock (199) menyebut usia dini sebagai masa kanak-kanak awal yang mengacu pada usia prasekolah untuk membedakan dengan masa ketika anak harus menghadapi tugas-tugas pada saat mulai mengikuti pendidikan formal. Santrock (1995) menyebut masa kanak-kanak awal masa kreatif, bebas, dan penuh imajinasi.
Usia lima tahun pertama adalah masa emas untuk perkembangan anak, karena pada usia ini anak mengalami masa peka dan kritis, masa peka (sensitive periode), merupakan periode di mana anak telah mencapai kesiapan untuk belajar. Betapapun banyaknya rangsangan yang diterima anak, mereka tidak dapat belajar sampai perkembangan mereka siap untuk melakukannya. Hal ini berarti bahwa belajar sesuatu akan lebih cepat dilaksanakan bila kematangan anak telah tiba. Bila anak belum mencapai masa peka, upaya mengajar mereka hanya membuang-buang waktu dan tidak ada gunanya, bahkan akan menimbulkan perilaku yang justru tidak diinginkan, misal kejenuhan dan keengganan untuk belajar. Sebaliknya, jika anak telah siap untuk belajar tetapi tidak mendapat kesempatan atau dorongan untuk melakukannya, maka minat mereka akan hilang.
Hurlock (1991), ada tiga kriteria praktis dan mudah diterapkan untuk mengetahui keadaan anak yang telah mencapai masa peka (siap ajar) :
  • Minat Belajar. Anak dikatakan siap belajar ketika ia mulai menunjukkan minat belajar  dengan keinginan untuk diajar atau belajar sendiri. Minat mulai timbul dari keinginan anak untuk meniru saudara kandung atau temannya yang lebih besar.
  • Minat yang Bertahan. Ketika anak telah siap belajar, mereka tetap bertahan walaupun mereka menghadapi hambatan dan kesulitan.
  • Kemajuan. Dengan berlatih anak  yang telah siap belajar akan menunjukkan kemajuan walaupun sedikit dan berangsur-angsur.
Masa peka (siap ajar) berbeda pada setiap aspek perkembangan yang satu dengan aspek perkembangan yang lain
  • Usia 2 – 4 tahun adalah masa peka untuk belajar bahasa
  • Usia 2 – 3,5 tahun adalah masa peka untuk kemampuan mengenal angka
  • Usia 4 – 5,5 tahun adalah masa peka untuk kemampuan menulis
Selaian sebagai masa peka, usia balita juga disebut sebagai “Periode Kritis” karena dalam masa ini diletakkan dasar perkembangan untuk struktur kepribadian individu (Mashar, 2011).
Freud (dalam Ericson, 1978), berbagai gangguan psikologis yang dialami seseorang timbul kerana adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (traumatis) di masa kanak-kanak. Kekurangan kasih sayang, perpisahan dengan ibu, kekerasan dan kegagalan-kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pada masa prasekolah akan menimbulkan kecemasan yang dapat menghambat perkembangan  mental atau bahkan gangguan perilaku yang serius, seperti :
  • mental retardation
  • psikosis
  • learning disabilities
  • problem bicara dan bahasa
  • neurosis
  • deliquency
  • perilaku-perilaku antisosial
Pengalaman masa kanak-kanak dapat memengaruhi perkembangan otak. Jika sejak dini anak mendapat rangsangan yang tepat, maka baik perkembangan inteligensi, emosi, maupun spiritual dapat berkembang secara optimal, namun jika kurang mendapat rangsangan, maka masa ini menjadi awal kehancuran.
Karakteristik anak pada fase anak usia dini dapat dikategorikan berdasar tahap-tahap perkembangan. Erikson (dalam Papalia, Old dan Feldman, 2002; Santrock 1995; Morrison, 1988) membagi masa anak usia dini dalam tiga periode perkembangan :
  1. Masa bayi (usia 0 – 18 bulan), sebagai tahap tahap terbentuknya kepercayaan versus ketidak percayaan (basic trust vs. Mistrust) dengan karakterisrik berupa adanya kebutuhan dasar bayi yang harus dipenuhi oleh pengasuh yang tanggap dan peka agar terbentuk rasa kepercayaan yang akan menimbulkan rasa aman.
  2. Masa toddlers (usia 18 bulan – 3 tahun), sebagi tahap terbentuknya otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu (autonomy vs. shame and doubt) dengan karakteristik berupa adanya kemauan yang berasal dari diri anak sendiri, sehingga bayi mulai mengembangkan rasa otonomi atau kemandirian. Namun jika bayi terlalu dibatasi atau dihukum terlalu keras, bayi cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu.
  3. Masa awal kanak-kanak (usia 3 – 6 tahun / tahun-tahun prasekolah), sebagai tahap terbentuknya inisiati versus rasa bersalah (initiative vs. guilt) dengan karakteristik anak yang mulai mengembangkan berbagai aktivitas dan perilaku yang lebih bertujuan. Lingkungan yang memberi kesempatan bereksplorasi akan dapat mengembangkan kemampuan anak untuk menerima tanggung jawab, aktif, dan memiliki keterlibatan dengan lingkungan. Namun perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul jika anak tidak mampu melakukan aktivitas-aktivitas baru.
Periode anak usia dini juga memiliki karakteristik perkembangan kogniti yang berbeda dengan periode perkembangan lainnya. Piaget (dalam Santrock, 2002; Papalia, Old dan Feldman, 2002; Bjorklund, 2005), anak usia 0 bulan sampai enam atau tujuh tahun memiliki dua tahap perkembangan kognitif, yaitu tahap sensorimotor dan tahap praopersional.
Tahap sensorimotor berlangsung dari kelahiran hingga usia dua tahun. Dalam tahap sensorimotor, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.
Tahap praoperasional berlangsung dari usia dua hingga enam tahun. Tahap pemikiran pra operasonal dicirikan dengan adanya fungsi semiotik, yaitu penggunaan simbol atau tanda yang menyatakan atau menjelaskan suatu objek tidak berada bersama subjek. Cara berpikir simbolis diungkapkan dengan penggunaan bahasa pada masa anak mulai berumur dua tahun dan dicirikan dengan pemikiran intuitif pada anak.
Dengan adanya penggunaan simbolis, seorang anak dapat mengungkapkan dan membicarakan suatu hal yang sudah terjadi. Anak dapat membicarakan macam-macam benda dalam waktu yang bersamaan. Dengan bahasa, anak juga dapat mengungkapkan suatu hal yang tidak adapun dilihat. Bahasa merupakan salah satu unsur penting dalam perkembangan kognitif yang ditekankan oleh Vygotsky. Interaksi ini terjadi antara anak dan lingkungan, membentuk konsep baru sebagai hasil proses berpikir dan kegiatan yang dilakukan anak, yang akan diungkapkan melalui bahasa. (Slavin, 1997)
Piaget membagi perkembangan kognitif tahap praoperasional dalam dua bagian, yaitu :
  1. Umur 2–4 tahun, memiliki ciri perkembangan permikiran simbolis, di amna anak mulai dapat menggunakan simbol atau tanda untuk mempresentasikan suatu benda yang tidak tampak dihadapannya. Ungsi semiotik atau penggunaan simbol secara jelas tampak dalam lima gejala berikut : a) imitasi tidak langsung; b) permainan simbolis; c) menggambar; d) gambaran mental; e) bahasa ucapan
  2. Umur 4–7 tahun, memiliki ciri perkembangan pemikiran intuitif yang berkembang secara bertahap ke arah konseptualisasi. Pada tahap pemikiran intuitif, perkembangan konseptualisasi belum utuh karena anak masih mengalami pemikiran operasional yang belum lengkap dengan suatu bentuk pemikiran yang semisimbolis atau penalaran intuitif yang tidak logis.
Semiaan (2002), menguraikan ciri-ciri berpikir anak usia dini sesuai teori Piaget sebagai berikut :
  • Berpikir secara konkrit, dimana kemampuan representasi simbolis yang memungkinkan seseorang untuk memikirkan hal abstrak (seperti cinta, keadilan dan Tuhan) belum dapat dipahami.
  • Ralisme, yaitu kecenderungan kuat untuk menanggapi segala sesuatu sebagai hal yang riil atau nyata.
  • Egosentris, yaitu melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandangnya sendiri dan tidak mudah menerima penjelasan dari sisi lain.
  • Kecenderungan untuk berpikir sederhana tidak mudah menerima sesuatu yang majemuk.
  • Animisme, yaitu kecenderungan untuk berpikir bahwa semua objek di lingkungan sekitarnya memiliki kualitas kemanusiaan sebagimana yang dimiliki anak.
  • Sentrasi, yaitu kecenderungan untuk mengkonsentrasikan diri hanya pada satu aspek dari situasi.
  • Anak usia dini dapat dikatakan memiliki imajinasi yang amat kaya dan imajinasi ini merupakan awal munculnya bibit kreativitas anak.
Perkembangan aspek kognitiff, emosi dan aspek lain, sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang berpengaruh positi bagi individu akan memungkinkan berkembangnya potensi yang optimal. Anak usia dini dengan karakteristik khusus yang dimiliki, mempunyai cara belajar yang berbeda dengan tahap-tahap perkembangan selanjutnya, salah satu cara belajar anak usia dini adalah melalui bermain. (Semiawan, 2000; Arthur, dkk. 1998; Hurlock, 1991; Morrison, 1988). Morrison (1988) menguraikan bahwa tanpa kesempatan untuk bermain dan adanya lingkungan yang mendukung maka proses belajar anak akan terbatas.
readmore...